Sabtu, 20 Oktober 2018

Sebuah Aksi



Setelah ketakutan tentang fase masa produktif orang tua, akhirnya saya melakukan sesuatu.
Hasil dari scrolling instagram, saya mendapat info workshop hidroponik di Jakarta Selatan. Menemukan info tersebut rasanya seperti "Aha!" (gembira dan terkejut dan bersemangat). Saya ingat ketika ayah pernah memperlihatkan ketertarikan pada hidroponik setidaknya pada saat menemani persiapan pendadaran saya Juli 2016 lalu. Sayangnya, ketertarikan tersebut berhenti di sana setidaknya sampai dengan workshop bulan Oktober kemarin. Saat itu saya langsung mengirim pesan ke kakak saya untuk ikut workshop bersama ayah. Tadinya kakak enggan tapi akhirnya persuasi saya berhasil hihi. Keterlibatan kakak penting karena setidaknya pasti dia bangun pagi untuk datang ke workshop ini sehingga tidak ada alasan kesiangan sehingga tidak jadi berangkat. I must have prepared for everything. Saya daftarkan dan pada hari H saya sudah bangun kemudian mengirim pesan disertai dengan rentetan telepon. Just to make sure that they will join the workshop :p

--


Senang sekali rasanya ayah punya kegiatan lagi. You all must see our chats on WhatsApp! It's now full with the hydrophonic photos!  Setiap hari ayah mengirim foto tanamannya mulai dari bibit hingga sudah ada kangkung yang dipanen.


Ketika mendaftarkan workshop, saya langsung membuat banyak rencana tentang bagaimana cara mengembangkan usaha hidroponik. Saya bersemangat untuk mengajak ayah untuk menjual hasil tanaman. Tapi ayah bilang "sabar, ini kan baru percobaan". Dari sini ada satu lagi yang saya pelajari, bahwa saya tidak bisa memaksakan kehendak, mimpi, dan keinginan ke orang lain. Keinginan saya bahwa ayah ibu dapat terus berkarya setelah pensiun memang mungkin bukan berarti menghasilkan uang tapi how to keep them alive. Kegiatan baru yang dilakukan ayah ini menurut saya pribadi sudah merupakan sebuah goal. Uang bisa dicari oleh saya yang (usianya) masih sangat produktif tapi mendorong ayah untuk menemukan dan melakukan  kegiatan yang disenanginya is a whole new thing.











Adding new pipes. Wish it grows up and up and up


Our full-green and hydrophonic thingy chat's photos


See ya!



Senin, 27 Agustus 2018

Fase Setelah Produktif

Ketika ada perbincangan intim dengan para sahabat, saya sering menceritakan ketakutan-ketakutan saya. Tentang masa depan yang belum saya lalui namun sudah saya rasakan aroma kengeriannya. (Bah, pesimis kali kau, gadis!) Ketakutan yang tidak hanya mengenai diri sendiri tapi juga mengenai orang lain di sekitar saya.Beberapa kali saya utarakan pada para sahabat kalau ada ketakutan ketika masa pensiun datang kepada ayah dan ibu saya. Ketakutan tentang bagaimana kesehatan mental ayah dan ibu saat terjadi peralihan masa padat aktifitas dan berkurangnya aktifitas primer di hidup mereka. Meninggalkan habitus lama, di umur yang senja.

Sekarang saat itu datang. Ayah saya sudah tidak bekerja lagi. Namun sesuai klasifikasi sensus penduduk, usianya jelas masih produktif. Masih di bawah usia 65 tahun. Perusahaan media sisa sisa orba, tempat mengabdi selama dua puluh tahun lebih akhirnya tumbang. Dua mata pisau. Satu sisi saya tidak suka yang berbau orba, tapi di sisi lain, perusahaan macam itu pula yang menghidupi setidaknya masa kecil saya.Ibu saya masih bekerja. Setidaknya sampai tahun depan. Syukur syukur kalau masih boleh lanjut. Tapi saya tahu sekarang ibu saya selalu gelisah kalau ingat tahun masa baktinya hanya tinggal menghitung jari.

Pada fase ini, ayah saya tidak memiliki kegiatan produktif. Sepengetahuan saya. Seiring canggihnya teknologi, kegiatannya adalah memegang ponsel dan berselancar di dalamnya. Saya sebal sekaligus kasihan. Saya sebal karena aktifitasnya mengerucut menjadi hanya seputar bangun-makan-hp-mandi-tidur(-merokok >:( saya sebal sekali dengan yang ini) inipun dilakukan dengan jam yang terbalik dari orang kebiasaan. Namun saya juga kasihan karena tahu ayah pun bingung dengan apa yang harus dilakukan mengingat usia mendekati tidak produktif dan modal yang tidak banyak. Kadang saya sangat ignorant dengan berpikir dalam hati kalau sekarang ayah tidak ada kegiatan, berarti itu adalah pilihan ayah sendiri. Sebagai anak, bukankah saya seharusnya lebih sabar dan penuh welas asih?Semakin kesini saya jadi sadar. Jangan jangan premis ketakutan saya selama ini kurang tepat. Saya bukan takut dengan bagaimana kondisi kesehatan mental orang tua pasca pensiun. Ternyata ketakutan itu ada pada diri saya sendiri yang tidak siap dengan kondisi orang tua yang tak lagi produktif. Dalam hal ini, orang tua yang tidak lagi earning money. Bukan berarti saya masih bragging minta uang. Tapi untuk kelanjutan kehidupn ayah ibu sendiri. Untuk jalan jalannya mereka. Untuk makan enak enaknya mereka. Sebagai anak, anekdotnya jelas sekali. Gantian dong anak yang membiayai orang tua! Kalau melihat tradisi timur, tentu sekarang giliran anak yang menafkahi orang tua. Lagipula saya punya kakak dan adik untuk bersama sama membahagiakan orang tua (cita cita yang sunggu common) . Tapi mungkin masalah ketakutan ini memang ada di saya yang malah sewot dengan ayah yang tidak bekerja lagi (while secretly wish he had some planning on himself).

Konklusi

Sebagai manusia dengan quarter-life crisis yang mikirnya gimana caranya cuan cuan cuan, saya berencana untuk mengajak ayah dan ibu untuk mengikuti beberap workshop. Yang akhirnya membuat ayah dan ibu bisa berkarya. Bukan maksud eksploitasi orang tua, tapi menjaga perasaan agar ayah dan ibu tetap merasa berjaya, berkarya, dan alive.



Apakah ini lagi-lagi bagian dari ego saya semata?


Jumat, 03 Juni 2016

Jeng Jeng



Jeng jeng jenggggggg!!!
Ini adalah postingan kedua saya tentang arsitektur lalala di blog ini. Jadi ini adalah desain perpustakaan saya di studio arsitektur 4. 


(Ya kalau masih bisa disebut desain saya sebenarnya haha!)



Jadilah tiba-tiba saya menemukan gambar ini di folder yang judulnya 'latihan' di desktop laptop saya. Bentuknya aja yang sama dengan desain perpustakaan saya jaman semester 4 (sekarang bahkan sudah semester 8. Hiks!). Tampilannya yang ini sangat jauh beda sama yang pernah saya bikin yang full kayu dengan jendela yang letaknya seolah-olah random (tidak perlu diupload juga karena saya juga sedih lihatnya :'( Hahahaha). Dan saya kemudian mengenali kalau ini tampilan dan (apalagi) renderan yang ala si kakak banget. ((((Yaampun))))
Bahkan tugas ini sudah 2 tahun lalu, dan saya lihat excif gambarnya, itu dikerjakan agustus 2015 alias tugasnya sudah dikumpul juga nilainya sudah keluar satu tahun yang lalu.


Kak adit mungkin gemes kalo liat saya bikin desain. Aneh gitu. Tampak seperti saya nggak punya taste untuk bikin tampilan bangunan (sad truth huhuhu). Sampai akhirnya dia ngutak ngatik tugas saya yang ahsudahlah ini. Tapi nggak apa apa deh. Mungkn dia mau mengasah kemampuan mentransformasi desain yang boring jadi lebih atraktif sekaligus melemaskan tangan buat ngutak atik rendering hahaha. Buat saya sendiri, ini rasanya lebih hidup daripada yang saya buat sebelumnya hahaha. Jadi saya seneng seneng aja ada yang mau ngutak-atik. Makasih ya abang! :3


Furthermore, saya jadi inget. Bentuk-bentuk variatif seperti ini yang saya buat waktu saya masih semester awal. Tapi semakin jadi anak semester tua, juga setelah kerja praktek, saya jadi jauh lebih berhati-hati. Bikinnya nggak aneh aneh kalo nggak paham. Mengurangi ke-sotoy-an dengan  membuat sesuatu yang sekiranya lebih bisa saya pertanggung jawabkan.

Saya nggak tau ini jadinya baik atau buruk atau kurang baik atau kurang buruk atau lebih baik atau lebih buruk.


The more i grow older the more i think about many things.

(yaiyalah)
(gagal buat quote)






See ya!

Sabtu, 21 Mei 2016

A Note

I'm wondering where should i go, who to told, how can i stand and when will i continue my journey ahead. 



A note of a wanderer. In the early 20 life crisis. 

See ya! 

Minggu, 06 Maret 2016

Town to Town, little achievment

My target to post something on my birthday has failed. Even today is March, 6th. LOL




Yihaaaa! Saya sudah 22 tahun sekarang, sekitar 5 tahun dari awal saya buat blog yang ini. (karena yang lain lain sebelumnya cukup memalukan untuk dibuka lagi haha!)
Ya jadi sebenarnya saya mau mengingat-ingat kembali di umur 21 kemain ini saya ngapain aja (karena untuk itulah blog ini dibuat, biar saya nanti pas udah tua nggak lupa kalo saya pernah nganu nganu dengan buka lagi post post aneh aneh di blog ini)

Like what i've post before, di umur saya yang 21, hidup saya kayak lagi naik roller coaster. It was my personal achievment! Moving from town to town!
Astaga, I've never imagine before kalau akhirnya saya bisa ke luar negeri pake usaha saya sendiri. Karena saya anak yang agak durhaka, doa saya kadang semoga ayah dan ibu rejekinya lancar jadi kita sekeluarga (saya khususnya hahaha) bisa jalan jalan ke luar negeri syukur-syukur dibayarin sekolah lanjut ke luar hahahaha. Eh tapi taunya doa jalan jalan dikabulkan dengan saya disuruh jalan jalan sendiri. banget.




((((((sendiri))))))




Jadi begini ceritanya, saya iseng iseng ikut lomba yang diadakan PT. URBANE. Itu apa? Itu salah satu top 5 architecture firm di Indonesia yang ngasih fellowship ke mahasiswa. Yang saya ikutin kemarin itu adalah kali ke 5 yang hadiahnya 2 minggu ke Vietnam.

Kenapa bisa saya? karena lombanya adalah membuat essay. Karena biasa lombanya anak arsitek itu produknya desain. Kalo buat desain, bisa jadi kans menang saya hanya 0.014% karena saya cemen hahaha. Buat saya ini jadi kesempatan besar karena kalau lihat sekitar saya, writing isn't a culture. Kemudian sampailah saya dengan proses menulis tentang SD Kanisius Eksperimental Mangunan yang ide-idenya dari Romo Mangun yang direalisasikan oleh Pak Sito (who i established as on of my idols) yang dulu pernah saya kerjakan gambar tekniknya.
For me, writing has its own ecstasy. I enjoy the research phase which gave me much information I did not know before. Yayness.

Ya pokoknya gitu. Yang daftar dikit, cuma 20 orang jadi saya bisa go go ke Vietnam *smirk* hahaha. Doa saya aja minta keajaiban pas presentasi soalnya panel saya fontnya nggak bisa dibaca dan cuma kotak-kotak sedangkan yang lain udah oke punya, ada yang siap maket segala. Kurang ajaib apa.........

Nah, here we go.
Pas berangkat transit dulu ke Kuala Lumpur. Di Vietnam saya ke 6 kota (Hanoi, Hue, Da Nang, Hoi An, Nha Trang, Sai Gon/Ho Chi Minh City). Cerita selengkapnya di Vietnam bisa dilihat di halaman issuu saya. Pas balik transit lagi ke Singapura dulu.

Pas balik ke Indonesia, saya bersyukur sekali karena dapet kesempatan magang di Surabaya selama 3 bulan di KsAD. Kemudian saya coba apply kerja praktek ke Urbane di Bandung 3 bulan selanjutnya. Terima kasih banyak ya kakak kakak bapak bapak dan ibu ibu yang sudah mau menerima dan mengajar saya :'')

Selama itu saya masih bolak balik Tangerang dan Yogya juga. Saya bersyukur sekali karena doa jalan jalan dikabulkan. Dari kota ke kota lain. Jauh melebihi ekspektasi.


---


Ya semoga saya yang tambah umurnya (and reducing my life span) semakin bisa menikmati hari-hari dan gantian mendoakan saya yang punya duit buat bayarin ayah ibu jalan jalan. Amin. Amin. Amin.



See ya!

Kamis, 24 September 2015

Another Excuse

Life has been an roller coaster lately. The phase I have never imagine before.
Being a nominee on July then go to Bandung for did a presentation then the pixie dust was pouring over me. I got a fellowship a.k.a solo trip to Vietnam for around to weeks.


Bang! Bang! Bang!


And now I'm staying in Surabaya and working as an intership in KsAD from September to November.
Saya juga suka bertanya sendiri kenapa bisa-bisanya cari tempat magang di daerah yang bukan daerah favorit. Is it wasting my time? Saya juga nggak tau. Tapi yang saya pikirkan semoga pengalaman magang ini bisa jadi fruitful.


Dan yang jelas, ketika tinggal jauh dari keluarga............rasanya aneh. Sedih lebih tepatnya. Bahkan saya sering merasa kosong karena kangen orang orang huhuhuhu T^T Ketika di kamar kos kelamaan atau lagi stuck di kantor mau bikin desain seperti apa saya selalu bikin excuse ke diri sendiri. Lumayan gawat, I am way to young to get bond with this working things. Saya merasa dunia bergerak cepat keliling matahari dan saya cuma seperti elektron di semesta ini cuma upil (so, this is the way i say 'nothing') yang muter muterin inti atomnya aja. Iya disitu aja. I just don't think that i'm growing bigger or even up. 


-

Jadi penyebab saya merasa upil adalah karena saya baru merasa (finally!) got an achievment for my self dan tiba tiba mencoba menyelinap ke dunia kerja tapi disuruh revisi dikit dikit tau tau disuruh ganti konsep sekalian. Jeng jeng. Saya suka revisi. Tiap pagi dengan senang hati buka email isinya coret-coretan revisi denah. Tapi kemarin saya agak bingung ketika hasil revisi berhari-hari dari bapaknya yang saya kerjain disuruh sekalian ganti konsepnya.

Saya jadi sadar, ketika ngerjain revisi saya cuma working. Tapi ketika disuruh ganti konsep awal punya bapaknya saya disuruh mulai designing...................dan saya langsung henghong. Ada apa ini.

working-designing







Ngomong apa lagi deh. Mungkin mendingan cerita tentang asik asikan di Vietnam besok besok yuhu!

See ya!

Minggu, 10 Mei 2015

Tentang Mengeluh

Judulnya mengeluh, tapi tolong diingatkan ketika saya mulai mengeluarkan kata-kata keluhan di post kali ini. 






Jadi ceritanya saya in the middle of 6th term. Oh my god, sudah (harusnya) hampir lulus. Tapi kok kuliah asik sekali ya. Ya kuliahnya asik cuma sayanya aja yang suka moodswinging mendadak on fire mendadak seperti 'please please besok kasih saya libuuuuuuuurrrrrrr satu hariiiiiii aja'. Saya juga nggak tau kenapa semester ini moodswingnya parah sekali. Klimaksnya ya kayak gini ini. Malah nulis blog ketika ada tugas teriak-teriak minta dikerjain.

Bosen di kampus? No, mungkin nanti kalau sudah lulus malah kangen. Soalnya kampusnya nggak bagus tapi toiletnya bersih. Saya jadi suka memaksimalkan fungsinya seperti pup di toilet kampus. Teman-teman? Mmm enak, macem-macem karakternya. Ada yang asik buat haha-hihi, ada yang asik buat belajar, ada juga yang asik buat haha-hihi sambil belajar. Tapi banyak juga yang bilang atmosfer kampus nggak enak karena lebih banyaknya jumlah teman yang asik buat haha-hihi. Bikin kuliahnya nggak fokus mungkin. But I say, salah sendiri kalau mau-maunya dipengaruhi atmosfer yang nggak diinginkan. Individualism harus dinaikkan sedikit demi mempertahankan ego (yang dipandang baik).



Saya sebel denger orang mengeluh. But sorry to say, saya juga suka mengeluh. Mungkin mengeluh itu perlu. Ha iya coba aja kalo sebel sama keadaan terus dipendem aja gitu. Njeblug ntar hatinya :''

Mengeluh bisa dimana-mana. Kalo yang saya biasanya lihat ada 3 kebiasaan manusia ketika mengeluh. Pertama, mengeluh pake kode. Ini yang biasa saya lakukan karena saya nggak mau orang tau sulitnya hati saya dimana (ouch ouch). Ini biasanya perasaan mau ngeluh yang berujung galau. Terus yang kedua mengeluh nggak pake filter. Ya ditulis aja deh tu di social media. So everyone does know. Mungkin ada sedikit harapan ketika orang lain tau dimana sulit hatinya bersoal, kemudian ada yang datang memperbaiki keadaan. Tetorettoreeeetttt!!!!! IronMan datang siap membantu. Saya juga dulu begini nih. Ya gitu itu, kalau IronMan tidak datang, minimal dapet afeksi dari orang lain. I really thought that people nowadays need a stage to get affections, and social media has accomodated it. Yang ketiga, mengeluh tapi ditahan-tahan. Mungkin ini tidak masuk kategori mengeluh karena kata kata keluh kesahnya tidak keluar ke khalayak ramai. Tapi mungkin menggerutu dalam hati, mengutuk keadaan, dan berbisik bisik keluhan kepada individu lainnya sebagai bentuk antisipasi kesehatan hati dari gempuran keluhan.

Bayangkan kalau jadi customer service provider handphone yang setiap hari ditelpon beserta keluhan kadang disertai omelan yang membabi buta. Semoga mereka (beserta hatinya) dilindungi oleh yang maha kuasa beserta alamnya. Amin.






Sekian.

Intinya mengeluh itu kurang sehat karena bisa mempengaruhi orang yang mau dipengaruhi dan mengeluh yang ditahan pun kurang sehat bagi hati yang rapuh. ouch.



See ya!