Kamis, 24 September 2015

Another Excuse

Life has been an roller coaster lately. The phase I have never imagine before.
Being a nominee on July then go to Bandung for did a presentation then the pixie dust was pouring over me. I got a fellowship a.k.a solo trip to Vietnam for around to weeks.


Bang! Bang! Bang!


And now I'm staying in Surabaya and working as an intership in KsAD from September to November.
Saya juga suka bertanya sendiri kenapa bisa-bisanya cari tempat magang di daerah yang bukan daerah favorit. Is it wasting my time? Saya juga nggak tau. Tapi yang saya pikirkan semoga pengalaman magang ini bisa jadi fruitful.


Dan yang jelas, ketika tinggal jauh dari keluarga............rasanya aneh. Sedih lebih tepatnya. Bahkan saya sering merasa kosong karena kangen orang orang huhuhuhu T^T Ketika di kamar kos kelamaan atau lagi stuck di kantor mau bikin desain seperti apa saya selalu bikin excuse ke diri sendiri. Lumayan gawat, I am way to young to get bond with this working things. Saya merasa dunia bergerak cepat keliling matahari dan saya cuma seperti elektron di semesta ini cuma upil (so, this is the way i say 'nothing') yang muter muterin inti atomnya aja. Iya disitu aja. I just don't think that i'm growing bigger or even up. 


-

Jadi penyebab saya merasa upil adalah karena saya baru merasa (finally!) got an achievment for my self dan tiba tiba mencoba menyelinap ke dunia kerja tapi disuruh revisi dikit dikit tau tau disuruh ganti konsep sekalian. Jeng jeng. Saya suka revisi. Tiap pagi dengan senang hati buka email isinya coret-coretan revisi denah. Tapi kemarin saya agak bingung ketika hasil revisi berhari-hari dari bapaknya yang saya kerjain disuruh sekalian ganti konsepnya.

Saya jadi sadar, ketika ngerjain revisi saya cuma working. Tapi ketika disuruh ganti konsep awal punya bapaknya saya disuruh mulai designing...................dan saya langsung henghong. Ada apa ini.

working-designing







Ngomong apa lagi deh. Mungkin mendingan cerita tentang asik asikan di Vietnam besok besok yuhu!

See ya!

Minggu, 10 Mei 2015

Tentang Mengeluh

Judulnya mengeluh, tapi tolong diingatkan ketika saya mulai mengeluarkan kata-kata keluhan di post kali ini. 






Jadi ceritanya saya in the middle of 6th term. Oh my god, sudah (harusnya) hampir lulus. Tapi kok kuliah asik sekali ya. Ya kuliahnya asik cuma sayanya aja yang suka moodswinging mendadak on fire mendadak seperti 'please please besok kasih saya libuuuuuuuurrrrrrr satu hariiiiiii aja'. Saya juga nggak tau kenapa semester ini moodswingnya parah sekali. Klimaksnya ya kayak gini ini. Malah nulis blog ketika ada tugas teriak-teriak minta dikerjain.

Bosen di kampus? No, mungkin nanti kalau sudah lulus malah kangen. Soalnya kampusnya nggak bagus tapi toiletnya bersih. Saya jadi suka memaksimalkan fungsinya seperti pup di toilet kampus. Teman-teman? Mmm enak, macem-macem karakternya. Ada yang asik buat haha-hihi, ada yang asik buat belajar, ada juga yang asik buat haha-hihi sambil belajar. Tapi banyak juga yang bilang atmosfer kampus nggak enak karena lebih banyaknya jumlah teman yang asik buat haha-hihi. Bikin kuliahnya nggak fokus mungkin. But I say, salah sendiri kalau mau-maunya dipengaruhi atmosfer yang nggak diinginkan. Individualism harus dinaikkan sedikit demi mempertahankan ego (yang dipandang baik).



Saya sebel denger orang mengeluh. But sorry to say, saya juga suka mengeluh. Mungkin mengeluh itu perlu. Ha iya coba aja kalo sebel sama keadaan terus dipendem aja gitu. Njeblug ntar hatinya :''

Mengeluh bisa dimana-mana. Kalo yang saya biasanya lihat ada 3 kebiasaan manusia ketika mengeluh. Pertama, mengeluh pake kode. Ini yang biasa saya lakukan karena saya nggak mau orang tau sulitnya hati saya dimana (ouch ouch). Ini biasanya perasaan mau ngeluh yang berujung galau. Terus yang kedua mengeluh nggak pake filter. Ya ditulis aja deh tu di social media. So everyone does know. Mungkin ada sedikit harapan ketika orang lain tau dimana sulit hatinya bersoal, kemudian ada yang datang memperbaiki keadaan. Tetorettoreeeetttt!!!!! IronMan datang siap membantu. Saya juga dulu begini nih. Ya gitu itu, kalau IronMan tidak datang, minimal dapet afeksi dari orang lain. I really thought that people nowadays need a stage to get affections, and social media has accomodated it. Yang ketiga, mengeluh tapi ditahan-tahan. Mungkin ini tidak masuk kategori mengeluh karena kata kata keluh kesahnya tidak keluar ke khalayak ramai. Tapi mungkin menggerutu dalam hati, mengutuk keadaan, dan berbisik bisik keluhan kepada individu lainnya sebagai bentuk antisipasi kesehatan hati dari gempuran keluhan.

Bayangkan kalau jadi customer service provider handphone yang setiap hari ditelpon beserta keluhan kadang disertai omelan yang membabi buta. Semoga mereka (beserta hatinya) dilindungi oleh yang maha kuasa beserta alamnya. Amin.






Sekian.

Intinya mengeluh itu kurang sehat karena bisa mempengaruhi orang yang mau dipengaruhi dan mengeluh yang ditahan pun kurang sehat bagi hati yang rapuh. ouch.



See ya!

Jumat, 09 Januari 2015

Ternyata waktu nggak bisa mundur walaupun jarum di jam tangan diputer ke kiri. Hasil baca The Time Keeper (Mitch Albom), segala sesuatu memang dibatasi waktunya biar dirasakan bagaimana berharganya momen-momen. Momen apa dan dengan siapa.


Mungkin momen itu jenis permen. Banyak rasanya.

See ya!