Selasa, 21 Januari 2014

Stay The Same



2004 - 2014
In a same place, at our grandad's graveyard with the growing up faces.
Stay the same, all the way.
Universe bless.


See ya!


Sabtu, 11 Januari 2014

Blue Collar


Scanned color pencil drawing on A4 concorde paper



Minggu, 05 Januari 2014

Sinner

Untuk marah yang seharusnya nggak usah jadi marah.
Untuk uang yang secara (sangat) tidak sengaja terhambur-hamburkan. Saya aslinya nggak boros (banget). Beneran. Tapi suka nggak tahan kalo lihat barang aneh aneh dikit nan lucuk lucuk yang minta dibeli (yang akhirnya kadang cuma terpajang manis di meja kamar di Jogja)
Untuk segala nilai (walaupun, saya cuek sekali tapi gelo juga kalo dapet) nilai yang buruk (hasil penilaian orang lain yang nggak tau betapa kerasnya saya berusaha).
Untuk segala permintaan serta keinginan nggak penting saya yang suka bikin orang ribet
Untuk kebawelan saya yang tak terperikan. Uuuuuh~
Untuk sikap saya yang sangat dua-belas tahun.
Untuk pilihan-pilihan saya yang saya pilih tanpa mendengarkan wejangan-wejangan sakti.
Untuk ketidak pekaan saya terhadap orang lain.
Untuk kebolotan saya kalo diajak ngomong nggak langsung nangkep maksudnya apa. Uh, mungkin lain kali harus langsung to the point(s).
Untuk kesemena-menaan saya ketika berbicar.a
Untuk semua kata 'ntar' yang saya lontarkan ketika disuruh beresin kamar, cuci piring, nyapu, ngepel, dan semua pekerjaan rumah yang saya tanggapi dengan 'ntar'. Dibilangnya kata 'ntar' itu sangatlah sakti untuk memunculkan amarah orang yang lebih tua.
Untuk kengototan saya.
Untuk cerita-cerita yang saya bagikan dengan sepotong sepotong karena suka ketiduran pas lagi cerita.
Untuk teriakan manja saya yang mungkin kalo saya dengar sendiri bakal kegelian nggak mau denger. Iyuh.
Untuk semua celetukan saya yang sama sekali tidak membantu tetapi malah memperkeruh suasana.
Untuk ketidaksabaran saya menghadapi orang lain.
Untuk keteledoran saya yang suka lupa kalau dititipi pesan ataupun membawa barang. Mungkin (uh, pasti) ini turunan.
Untuk kerasnya kepala saya yang seperti roti yang setahun ditaruh di kulkas.
Untuk pola pikir saya yang suka tidak dimengerti (bahkan sama saya sendiri)
Untuk 'fokus' yang seringkalo absen dalam pikiran.
Untuk cara bersikap yang baik dan benar yang lupa saya terapkan.
Untuk tidak menuruni kehebatan berbasa-basi ataupun bersikap dan berelasi dengan orang lain.
Dan untuk kebiasaan saya (yang terkadang) menggampangkan sesuatu sampai membuat orang lain ketar-ketir seperti petir.




Maafin saya ya ayah ibu.
Semoga dibaca, karena saya (lagi-lagi, maaf) terlalu malas mengutarakan semuanya langsung karena saya pelupa dan list daftar dosa saya terlalu panjang untuk dihafal. Uh maaf maafkan anak durhaka mu ini wahai ayahanda dan ibunda. Oh, ini pun pasti belum semuanya saya tulis saking pelupanya saya. Tanamkan dalam hati ayah ibu bahwa anak yang ini penuh dosa. Uwooo~ Karena semua orang membela sebuah pernyataan "Sempurna hanya milik Tuhan".

Maaf juga karena selama ini saya selalu merasa senang kalau dibilang mirip ayah atau ibu karena bahkan saya tidak sadar dibagian mana saya miripnya, Tapi ya seneng aja, orang saya nggak tau. Bukankah ketidaktahuan itu menyenangkan?

Pokoknya, maafin saya ya? ya? ya? Kalo anak sendiri masa iya nggak dimaafin?




Satu hal, tungguin saya jadi sesuatu. Sehubungan saya kuliah arsitek, Semoga saya jadi arsitek (bukan sarjana arsitek). Semoga yang semoga menjadi kenyataan. Begitukan wahai ayahanda dan ibunda?
Biarkan saya bertanggung jawab terhadap pilihan saya, pilihan yang sebenarnya diambil tanpa pikir panjang. Maafkan saya sekali lagi. Ugh. Dan semoga ayahanda dan ibunda keceku bisa tersenyum kece melihat ananda menjadi arsitek kece yang ketika lewat suatu jalan dan ngelihat suatu kumpulan material penuh jiwa, bisa bilang dengan bangga, "ini anakku yang mendesain".





See ya!





(dibuat setelah menyuruh lanang minta maaf tapi sadar bahwa saya sendiri juga jarang minta maaf dengan sungguh-sungguh. Anggap saja ini sungguh sungguh-sungguh. Oh, ini beneran sungguh sungguh-sungguh)